0

Qalam

Perjalanan saya dalam menulis dimulai dari kelas 3/4 SD. Saya ingat sekali nenek beberapa kali memberi saya buku diari yang diselipkan selembar uang ketika hari ulang tahun saya. Buku pertama yang ia beri berwarna biru dengan corak seperti air laut. Sampul depannya terdapat karakter kartun berkepala besar dengan wajah yang imut. Tidak lupa ada gembok dan kunci kecil di sisi bukunya. “Kalau Winda lagi marah, kesel sama nini, tulis di bukunya ya,” ucapnya dengan senyuman. “Jangan lupa dikunci jadi tidak ada yang bisa lihat”.

Waktu itu saya heran, karena rasanya perasaan marah kepada nenek merupakan hal yang mustahil. Mungkin maksudnya jika marah kepada anggota keluarga yang lain kali ya, pikir saya waktu itu xD. Namun ucapannya saya anggap seperti angin lalu, karena yang lebih menarik bagi saya adalah uang yang ia selipkan di dalamnya :p.

Setiap hari ketika berpapasan dengan nenek, selalu saja ia berkata, “Sudah menulis belum hari ini?” Sampai-sampai kadang saya memilih menghindar berpapasan dengannya karena buku itu sangat jarang saya isi. Ketika diisi pun hanya dua-tiga kalimat. Alias asal banget. Kalau diingat-ingat lagi, saya mengisinya seperti satu post cuitan twitter namun menggunakan satu halaman kertas. Boros banget -__-.

Saya mulai serius menulis di kelas 5 SD. Masih di buku biru laut tadi. Waktu itu saya merasa tulisan saya ketika kelas 3 dan 4 SD alay banget. Jadi cukup banyak halaman depan yang saya robek. Akhirnya cerita-cerita panjang dan seru dimulai dari kelas 5. Menulis diari pun terus berlanjut sampai sekarang anak saya mau masuk SD xD.

Ngomong-ngomong rasanya kemudahan saya bisa menulis bebas sejak kecil itu tentunya dari buku bacaan. Berawal dari kecintaan kakak saya akan buku yang lalu ditularkannya kepada saya. Cinta itu bermula dari ibu saya yang tentunya dilahirkan dari ibunya yang memang seorang pembaca unggul sekaligus penulis (alias nenek saya). Rupanya pilihan kita akan sesuatu itu ada pengaruhnya dari keputusan nenek moyang ya?

Sayangnya dalam kasus saya sendiri, kesukaan untuk menulis dan membaca tidak ada pengaruhnya di bidang akademik sekolah xD. Walaupun dekat dengan literasi, ternyata nilai Bahasa Indonesia pun tidak bagus. Sudah bisa ditebak dong bagaimana dengan pelajaran lainnya? Super tetot deh *-*. (Sekarang saya baru tau perbedaan living books dan buku-buku yang hanya hiburan saja). Jelas nilai saya kurang bagus karena dulu terlalu fokus dengan cerita hantu-hantuan dan misteri dibanding buku pelajaran xD.

Oyaa.. Mengapa saya menulis tentang tema ini sebenarnya karena beberapa alasan.

Pertama, saya muak kepada diri sendiri yang selalu menghabiskan waktu tengah malam saya hanya untuk scroll-scroll youtube. (yang kemudian berujung pada gosip miring artis hollywood, iyuh)

Kedua, karena saya pengen banget ikut kaizen writingnya Mbak Dee Lestari. Namun belum kuat biayanya (yang walaupun diskon pun harganya tetap hampir 800rb). Tapi kan buat yang pengen belajar nulis pasti pengen banget lah punya mentor kayak Mbak Dee, apalagi kalau udah baca bukunya. Ya kan? Ya dong~

Ketiga, ada hal menarik ketika saya nonton youtubenya Lukas Will dan dengerin Jerome ngomong tentang mentor. Kurang lebih beliau bilang bahwa mentor dari kelas webinar tentunya akan jauh berbeda dibanding kita berguru langsung pada gurunya. Contohnya kayak Lukas yang lagi tinggal bareng Jerome dan jadi bisa belajar buanyak hal penting dibalik layar. Sedangkan kalo belajar beberapa hari dari mentor webinar kan kita gak tau detail2 kecil nan pentingnya itu gimana. Gituhhh…

Jadiiii.. Saya pun bertanya-tanya apakah perlu saya keluarin uang banyak buat webinar 3 hari sedangkan dana darurat belum terpenuhi? Mengingat poin ketiga, ya sepertinya untuk saat ini belum yaa. Namun setelah saya telaah lagi dari sejarah hidup saya. Mentor saya dalam menulis ternyata adalah nenek saya. Coba deh bayangin masih kecil tapi udah disuruh free writing tiap hari. Tega ngga sih, tapi ya begitulah mentor yang baik xD. Memberi kail ditambah membimbing setiap hari. Top banget deh, ni!

Jadi sekarang saya mencoba untuk menaati mandat dari mentor saya untuk menulis setiap hari (Inshaallah). Ketika saya sudah bersungguh-sungguh, tentunya akan ada jalan untuk mengikuti kelas yang diidamkan. #aminyangpalingserius. Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih dan penyayang. Al-Fatihah untuk nini :).